Kamis, 20 Februari 2014

Hakikat TAQIYAH Kaum SYI'AH


Taqiyah menurut kaum Muslimin adalah sebuah istilah yang pemahamannya hanya terarah kepada satu arti Yaitu “Dusta”. Adapun menurut Syi’ah taqiyah berarti perbuatan seseorang yang menampakkan sesuatu berbeda dengan apa yang ada dalam hatinya, artinya nifaq dan menipu dalam usaha mengelabui atau mengecoh manusia. Taqiyah adalah satu prinsip dari prinsip-prinsip kesesatan mereka. Taqiyah memiliki kedudukan yang luar biasa, mereka telah menempatkannya dalam tempat pengagungan dan pengkultusan, hingga mereka menjadikannya sebagai asas dalam agama mereka, dengan taqiyah seorang hamba akan mendapatkan pahala dan ihsan dari Allah.
Taqiyah adalah satu rukun dari rukun-rukun agama mereka, seperti halnya shalat. Ibnu Babawaih mengatakan:“Keyakinan kami tentang taqiyah itu adalah dia itu wajib. Barangsiapa meninggalkannya maka sama dengan meninggalkan shalat.”[Al-I’tiqadat, hal.114].
Mereka menisbatkan kepada imam keenam Ja’far Ash-Shadiq, dia berkata: “seandainya saya mengatakan bahwa yang meninggalkan taqiyah sama dengan yang meninggalkan shalat tentu saya benar.” [Al-I’tiqadad, hal.114]
Sebagaimana mereka katakan juga bahwa: “Daulah Azh-zhalimin” mereka menegaskan, “Taqiyah adalah fardhu yang diwajibkan kepada kami dalam negara orang-orang yang zhalim. Karena itu barangsiapa meninggalkan taqiyah maka sungguh dia telah menyalahi agama imamiyah* dan telah berpisah dengannya.”[Bihar op. cit. 57/421]
mereka menipu kaum muslimin hanya karena mengikuti hawa nafsu iblis mereka, sekaligus propaganda kesesatan mereka. Mereka menganggap bahwa taqiyah lebih tinggi kedudukannya dibandingkan keimanan seseorang.
Imam Bukhari mereka, yaitu Muhammad Al-Kulaini berkata: “Bertaqwalah kalian kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam agama kalian dan lindungilah agama kalian dengan taqiyah, maka sesungguhnya tidaklah mempunyai keimanan orang yang tidak bertaqiyah. Dia juga mengatakan “Siapa yang menyebarkan rahasia berarti ia ragu dan siapa yang mengatakan kepada selain keluarganya berarti kafir.” .”[Al-KafiS 2/371,372 & 218].
Dan demikianlah firqoh Syi’ah menjadikan taqiyah, sebagai pilar agama dan menjadikan sebagai salah satu simbol mazhabnya. Keyakinan akan keharusan bertaqiyah mengandung konsekuensi membolehkan mereka berbohong. Sehingga perbuatan ini menjadi “trade mark” atau simbol Syi’ah. Umpamanya ada yang mengatakan, “Dia itu lebih pembohong dari orang rafidhah” [Tahqiq Mawaqif al-Sahabah fi al-Fitnah].
Atas kebolehan taqiyah mereka berdalil dengan…
Firman Allah ‘Azza wa Jalla, artinya :
Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (kekasih, penolong, pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Barangsiapa berbuat demikian niscaya, lepaslah ia dari pertolongon Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.” [Ali Imran: 28].
Ini adalah istidlal (pengambilan dalil) yang salah, menyalahi pengertian ayat yang jelas yang tidak menerima ta’wil semacam di atas, memelihara diri yang dimaksud dalam ayat adalah memelihara diri dari orang-orang kafir.
Firman Allah ‘Azza wa Jalla, artinya:
Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa).” [An-Nahl: 106].
Ini juga istidlal yang keliru jauh dari kebenaran karena ayat ini khusus bagi orang yang sudah tidak tahan siksaan, jika ia terpaksa mengucapkan kekufuran, maka ia boleh mengucapkannya tanpa diyakini dan diamalkan.
Sebagaimana mereka beristidlal dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla, melalui lisan Ibrahim Alaihis-Salam, artinya:
Lalu ia memandang sekali pandang ke bintang-bintang, kemudian ia berkata, ‘Sesungguhnya aku sakit’,” [Ash-Shaffat: 88-89].
Ini tidak sama dengan kedustaan dan kebohongan model Syi’ah, tetapi ayat ini membolehkan “tawriyah” (penyamaran) dalam zhahir ucapan jika diharuskan dalam kondisi darurat.
Ucapan Ibrahim Alaihis-Salam “Sesungguhnya aku sakit.” maksudnya,“Dari amal kamu dan ibadah kamu kepada berhala-berhala itu.” Ini bukan dusta tetapi di dalamnya mengandung sindiran (ta’ridh) untuk maksud syar’i, yaitu menghancurkan tuhan-tuhan mereka setelah ditinggalkan oleh para penyembahnya. Bahkan taqiyah Syi’ah tidak hanya halal bagi manusia biasa, tetapi halal juga bagi para Nabi dan Rasul. Ini adalah sangat buruk dan keji serta kemungkaran yang nyata. Karena Allah Ta’ala mengutus para Nabi dan Rasul untuk tugas menyampaikan risalah Tuhan mereka, mengajar manusia dan menyucikan mereka. Jika tidak tentu tidak akan tersebar dakwah mereka, tidak akan muncul pertentangan antara mereka dan orang-orang yang mereka utus kepadanya, tentu tidak akan merasakan cobaan-cobaan, siksaan-siksaan dan mara-bahaya.
Al-Qur’an adalah sebaik-baik saksi dalam hal ini dan yang menepiskan ini adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla, artinya:
(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah.” [AI-Ahzab: 39].
Diantara riwayat dusta Syi’ah adalah taqiyah yang dialamatkan kepada Rasulullah saw mereka menyebut dari Abu abdillah Alaihis-Salam.
Dia berkata: “Tatkala Abdullah bin Ubay bin Salul (pemimpin orang-orang munafik) mati, Rasulullah saw menghadiri jenazahnya.
Maka umar menegur Rasulullah saw, “Bukankah Allah telah melarang anda untuk berdiri di kuburannya ?”
Rasulullah terdiam.
Umar mengulagi lagi, “Bukankah Allah ‘Azza wa Jalla telah melarang Anda untuk berdiri diatas kuburannya?”
Maka beliau menjawab, celaka kamu, tahukah kamu apa yang aku ucapkan ? Sesungguhnya aku mengatakan, “Ya Allah tutuplah mulutnya dengan api, penuhilah kuburannya dengan api, dan masukkanlah dia kedalam api neraka.”
Abu Abdillah Alahis-Salam berkata: “Maka jelaslah bahwa Rasulullah saw apa yang tadinya tidak dia sukai.” [Al-Kafi fi Al-furu’.Kitab Al-Janaiz 3/188]
Apakah seperti ini sifat dan karakter Rasul yang diutus sebagai rahmatan lil’alamin, yang datang sebagai pengajar dan pendidik bagi ummat manusia? Sungguh ini adalah kebohongan dan kecurangan dari orang-orang zindik untuk mendeskreditkan Rasulullah saw.
Allah ‘Azza wa Jalla telah memuji nabi-Nya dengan berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya engkau berada di atas akhlak yang agung.”
Tuduhan yang curang dan taqiyah yang didakwakan bertolak belakang dengan kandungan dan makna ayat ini. Kemudian bagi yang masih memiliki sisa akal, apakah rasululalh saw memerlukan sikap taqiyah dan nifaq sementara kedudukannya sangat kuat dan posisinya sangat tinggi saat itu?
Justru Ibnu-Salul lah yang memerlukan sikap dusta dan taqiyah ini karena kelemahnya di hadapan kekuatan islam.
Lalu apakah yang ditakuti oleh Rasulullah saw sehinga bertaqiyah dihadapan Ibnu Salul yang sudah menjadi mayat itu!
Takutlah kamu kepda Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”[At-Taubah:119]
Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah, dan katakanlah perkataan yang benar.”[Al-Ahzab:70]
Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan mereka yang telah menyipati Rasulullah saw yang diutus sebagai penyebar rahmat dengan sifat-sifat seperti tadi.
Sesungguhnya taqiyah yang dilakukan oleh Rafidhah adalah kemunafikan yang nyata, mereka menginginkan sesuatu tapi mengucapkan dengan sesutu yang lain. Memerintahkan sesuatu secara-terang-terangan dan melarangnya dalam kesendirian. Allah Ta’ala telah menjelaskan sifat-sifat orang munafik dan sifat-sifat tersebut adalah sifat-sifat orang Syiah yang sudah terbiasa terdidik dengan pendidikan yang rendah ini, dan dari sana mereka mewariskan kepada putra-putrinya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, kami mengakui bahwa sesungguhnya kamu adalah benar-benar Rasul Allah. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu adalah benar-benar Rasul-Nya. Dan Allah mengetahu bahwa sesungguhnya orang munafik itu benar-benar orang pendusta.[Al-Munafiqun:1].
Allah berfirman,artinya: “Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan kami beriman, dan apabila mereka kembali kepada syetan-syetan mereka, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok’.”[Al-Baqarah:14]
Latar Belakang Akidah Taqiyah
Posisi Syi’ah dahulu telah mengalami krisis ketika mereka membuka-buka lembaran kitab-kitab mereka, dalam kitab ini Al-Imam mengancam dan mengintimidasi, dan dalam kitab lain imam yang keempat menghalalkan dan dalam kitab yang sama imam keenam mengharamkan , imam yang ini mengatakan surya sementara imamnya yang lain mengtakan rembulan, maka mereka mendapati bahwa ucapakan orang yang mereka yakini sebagai imam yang ma’shum terbebas dari kesalahan dan ketergelinciran ternyata ucapan mereka dalam satu perkara saling bertentangan tanpa menemukan alasan pembenaran untuk itu. Sebgaimana mereka merasa terpukul ketika mendapatkan dalam sebagian riwayat mereka memuji dan mencintai para sahabat Rasulullah saw, dan mengakui baiyat terhadap mereka, berbalik dari apa yang mereka yakini. Maka kesulitan mereka semakin rumit, karena orang-orang bodoh dan hakham Rafidhah telah menghukumi sesat orang-orang sesat disekitar mereka, dan menjejali hati mereka dengan kebencian terhadap para sahabat dan ummahat Al-Mukminin –semoga Allah meridhai mereka- sepanjang zaman . maka mereka berlari menuju tipu muslihat , makar dan kesesatan. Mereka memandang bahwa tidak ada jalan selamat bagi mereka melainkan dengan taqiyah, mereka merancang konsep taqiyah dan melengkapinya dengan berbagai macam fadhilah, dengan begitu merreka telah mengelabui manusia.
Apabila orang yang mengerumuni mereka dan yang menganut agama mereka hanyalah orang-orang bododh –semoga Allah memberi hidayah kepada mereka- yang tidak ammpu memilah-milah didalam masalah akidah. Jika mereka mendengar dari satu imam yang berkata begini dan begitu, mereka langsung membenarkan sebelum orang yang menceritakan hadits itu menyempurnakan haditsnya. Mereka telah menjadikan para pengikut sebagi tawanan bagi ucapan para imam yang dipalsukan itu, karena mereka telah menanamkan ketaatan buta di hati mereka kepada imam, mereka telah menakut-nakuti pengikutnya dan telah memotivasi mereka dengan hadits-hadits yang tidak ada sangkut pautnya dengan islam.
Maka jika ucapan seorang imam bertentangan dengan imam itu sendiri, atau ucapan seorang imam berbenturan dengan imam yang lai, mereka mengatakan sesungguhnya itu terjadi dengan karena taqiyah. Mereka benar-benar telah menghiasi taqiyah ini dengan berbagai macam keutamaan dan keistimewaan sesuai dengan keinginan nafsu mereka.
Bagaimakah kesaksian ulama mereka?
Berikut ini adalah kesaksian ulama Syi’ah yang berakal tentang taqiyah yang dia sebutkan dalam kitabnya, “Sesungguhnya saya meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa tidak ada satu ummat didunia yang menghinakan dirinya dengan menerima konsep taqiyah dan mengamalkannya. Inilah saya, saya memohon kepada Allah secara ikhlas dan saya mengetahui hari yang orang syi’ah tidak pernah berfikir, bahkan tidaka pernah berfikir tentang taqiyah apalagi tentang pengamalannya.”
Dan dia menambahkan, “Sesungguhnya yang menjadi kewajiban bagi Syi’ah adalah menjadikan perhatiannya terhadap kaidah akhlak yang telah diwajibkan oleh islam atau seluruh kaum muslimin, yaitu: seorang muslim tidak boleh menipu, tidak menjilat,tidak melakukan kecuali yang haq dan tidak berkata melainkan yang haq sekalipun atas dirinya. Dan sesungguhnya perbuatan baik itu adalah baik di segala tempat dan amal yang buruk adalah buruk di segala tempat.”
Sampai dia berkata, “Hendaklah mereka juga mengatahui bahwa apa yang mereka nasabkan kepada imam Ash-Shadiq dari ucapanya taqiyah adalah ‘agamamu dan agama bapak-bapakku’, sesungguhnya itu anyalah dusta, bohong dan fitnah atas imam yang sangat agung itu.”[ibid, hal.159]
Sebagimana dikatakan oleh seorang iran, Ahmad Al-Kisrawi, “Sesungguhnya taqiyah adalah satumacam dari dusta dan nifaq, apakah masih perlumenelti tentang keburukan dusta dan nifaq?”[Syi’ah wa At-Tasyayyu’, hal.87]
Sesungguhnya taqiyah itu hanya di bolehkan untuk orang-orang lemah yang ditindas yang khawatir tidak bisa tegar di atas kebenaran dan bagi orang-orang yang tidak menempati qudwah (teladan) bagi manusia, orang seperti merekalah yang boleh mengambil rukhsyah (taqiyah) ini. Adapun orang-orang yang memiliki semangat dan tekat dari para Imam yang menjadi petuntuk jalan maka mereka harus mengambil azimah (hukum yang kuat) menanggung derita , tetap tegar dijalan Allah apapun yang mereka hadapi. Dan adalah para sahabat Rasulullah saw orang yang mulia sebagaimana yang dipersaksikan Al-Qur’an. Allah berfirman :
“ Kekuatan, kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang yang mukmin, tetapi orang-orang yang munafik itu tidak mengetahui.” [Al-Munafiqun: 8].
Maka tidak boleh orang-orang yang mulia (kuat) itu hanya berasal dari para sahabat yang khusus, karena Ali dan Ibnu Abbas , bukan orang yang munafik juga bukan orang yang hina sehingga mengambil sikap taqiyah.
Ibnu Taimiyah berkata “inilah sikap Rafidhah.” Syi’ar mereka adalah kehinaan, baju mereka adalah nifak dan taqiyah, modal mereka adalah dusta dan sumpah palsu mereka berdusta atas nama Ja’far As-Siddiq bahwa dia berkata taqiyah adalah agamaku dan agama bapak-bapakku.Dan Allah telah membersihkan ahlul bait dari hal itu dan tidak menjadikan mereka butuh kepadanya , karena mereka adalah manusia paling jujur dan paling agung imannya. Agama mereka adalah takwa dan bukan taqiyah [Al-Muntaqa: 86].
Inilah hakikat taqiyah dalam agama syi’ah dia tidak lain hanyalah dusta, nifaq, dan penipuan; tidak ada amanah bagi mereka, tidak ada keikhlasan dan kejujuran dalam agama mereka . Mereka adalah para pendusta yang bangga dengan dustanya dan terang-terangan dengan maksiatnya dihadapan mata manusia.
Allah berfirman:“Diantara orang-orang Mukmin ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kapada Allah, maka diantara mereka ada yang gugur dan diantara mereka (ada pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah-ubah janjinya, supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Ahzab:23-24].
Tikaman Syi’ah Terhadap Sahabat
Apa kata mereka tentang sahabat ??
Ibnu taimiyah berkata : “Syi’ah rafidhah mengatakan : sesungguhnya kaum muhajirin dan anshor menyembuyikan nash-nash sehingga mereka kafir kecuali hanya sedikit saja, lebih dari 10 orang dan sesungguhnya Abu Bakar, Umar dan semisal keduanya adalah orang munafik , yang sebelumnya adalah iman kemudian kafir. [Majmu’ fatawa 3/356].
Mereka juga mengatakan sesunguhnya para sahabat, karena mereka telah membai’at Abu Bakar, maka semuanya menjadi kafir kecuali tiga atau empat orang ,(Kitab syiah Itsna ‘asyariyah) diantaranya dari Hinan bin Sadir (tokoh syi’ah) dari bapaknya dari Abu Ja’far, ia berkata : “semua manusia menjadi kafir setelah meninggalnya Nabi saw kecuali tiga orang yaitu : Miqdad bin Aswad, Abu Dzar al Ghifari dan salman al- Farisi.”[Al-Kafi 12/321,322]. Lebih dari itu mereka juga mengkafirkan sebagian dari ahli Bait Rasulullah saw , seperti Al-Abbas dan Abdulullah bin Abbas, mereka menganggapnya kerdil dan bodoh. [Ushul Kafi 1/247]. Maka lihatlah bagaimana mereka menganggap generasi termulia menjadi seperti iblis atau Abu Jahal. Padahal dengan celaan mereka terhadap sahabat saja sudah berarti mencela Nabi dan Islam. Cukuplah bagi kita untuk menepis kebatilan itu dengan Hadist: “Janganlah kalian mencela sahabatku, karena seandainya kalian berinfaq emas sebesar gunung uhud tidak akan menyamai kebaikan mereka (walaupun) satu mud atau setengahnya” [HR. Bukhari dari Abi Said Al- khudri]
Bukan hanya itu saja tetapi mereka juga mengkafiran khalifah, serta menghukumi pemerintahannya sebagai negara kafir.
Menurut syi’ah Itsna’asyariyah, bahwa semua pemerintahan selain pemerintahan itsna’asyariyah adalah bathil, dan penguasanya adalah thagut. Barangsiapa yang berbai’at kepadanya tak ubahnya seperti orang yang membai’at thagut. Mereka berpendapat bahwa semua khalifah selain Ali dan Hasan adalah thagut, sekalipun mereka menyeru kepada kebenaran. Al-majlisi mengatakan:”bahwa khulafa’urrosyidin adalah perampas yang murtad dari islam, semoga Allah melaknat mereka dan orang yang mengikuti mereka, karena mereka mendzalimi Ahlul bait dari awal hingga akhir.” [Ushul kafi: 1/427 dan rijal al-kusyi hal:35].Dimasa ja’far bin shadiq, Syi’ah rafidhah juga mengatakan : penduduk syam lebih jelek dari pada penduduk romawi (Nasrani), dan penduduk Madinah tujuh puluh kali lebih jelek dari penduduk makkah, sedangkan penduduk makkah telah kafir dengan nyata. [Ushul kafi: 2/49]

[Al-Hujjah Risalah No: 51 / Thn IV / Rabiul Awal / 1423H]


0 komentar:

Posting Komentar

 
;