Taqiyah
menurut kaum Muslimin adalah sebuah istilah yang pemahamannya hanya terarah
kepada satu arti Yaitu “Dusta”. Adapun
menurut Syi’ah taqiyah berarti perbuatan seseorang
yang menampakkan sesuatu berbeda dengan apa yang ada dalam hatinya,
artinya nifaq dan
menipu dalam usaha mengelabui atau mengecoh manusia. Taqiyah adalah satu
prinsip dari prinsip-prinsip kesesatan mereka. Taqiyah memiliki kedudukan yang
luar biasa, mereka telah menempatkannya dalam tempat pengagungan dan
pengkultusan, hingga mereka menjadikannya sebagai asas dalam agama mereka,
dengan taqiyah seorang hamba akan mendapatkan pahala dan ihsan dari Allah.
Taqiyah adalah satu rukun dari rukun-rukun agama mereka,
seperti halnya shalat. Ibnu Babawaih mengatakan:“Keyakinan kami tentang taqiyah itu adalah dia
itu wajib. Barangsiapa meninggalkannya maka sama dengan meninggalkan
shalat.”[Al-I’tiqadat, hal.114].
Mereka
menisbatkan kepada imam keenam Ja’far Ash-Shadiq, dia berkata: “seandainya saya
mengatakan bahwa yang meninggalkan taqiyah sama dengan yang meninggalkan shalat
tentu saya benar.” [Al-I’tiqadad, hal.114]
Sebagaimana
mereka katakan juga bahwa: “Daulah Azh-zhalimin” mereka menegaskan, “Taqiyah
adalah fardhu yang diwajibkan kepada kami dalam negara orang-orang yang zhalim.
Karena itu barangsiapa meninggalkan taqiyah maka sungguh dia telah menyalahi
agama imamiyah* dan telah berpisah dengannya.”[Bihar op.
cit. 57/421]
mereka
menipu kaum muslimin hanya karena mengikuti hawa nafsu iblis mereka, sekaligus
propaganda kesesatan mereka. Mereka menganggap bahwa taqiyah lebih tinggi
kedudukannya dibandingkan keimanan seseorang.
Imam Bukhari
mereka, yaitu Muhammad Al-Kulaini berkata: “Bertaqwalah kalian kepada Allah
‘Azza wa Jalla dalam agama kalian dan lindungilah agama kalian dengan taqiyah,
maka sesungguhnya tidaklah mempunyai keimanan orang yang tidak bertaqiyah. Dia
juga mengatakan “Siapa yang menyebarkan rahasia berarti ia ragu dan siapa yang
mengatakan kepada selain keluarganya berarti kafir.” .”[Al-KafiS 2/371,372 & 218].
Dan
demikianlah firqoh Syi’ah menjadikan taqiyah, sebagai pilar agama dan
menjadikan sebagai salah satu simbol mazhabnya. Keyakinan akan keharusan
bertaqiyah mengandung konsekuensi membolehkan mereka berbohong. Sehingga
perbuatan ini menjadi “trade mark” atau simbol Syi’ah. Umpamanya ada yang
mengatakan, “Dia itu lebih pembohong dari orang rafidhah” [Tahqiq Mawaqif al-Sahabah fi al-Fitnah].
Atas kebolehan taqiyah mereka berdalil dengan…
Firman
Allah ‘Azza wa Jalla, artinya :
“Janganlah orang-orang Mukmin mengambil
orang-orang kafir menjadi wali (kekasih, penolong, pemimpin) dengan
meninggalkan orang-orang Mukmin. Barangsiapa berbuat demikian niscaya, lepaslah
ia dari pertolongon Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu
yang ditakuti dari mereka.” [Ali Imran:
28].
Ini adalah
istidlal (pengambilan dalil) yang salah, menyalahi pengertian ayat yang jelas
yang tidak menerima ta’wil semacam di atas, memelihara diri yang dimaksud dalam
ayat adalah memelihara diri dari orang-orang kafir.
Firman
Allah ‘Azza wa Jalla, artinya:
“Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal
hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa).” [An-Nahl: 106].
Ini juga
istidlal yang keliru jauh dari kebenaran karena ayat ini khusus bagi orang yang
sudah tidak tahan siksaan, jika ia terpaksa mengucapkan kekufuran, maka ia
boleh mengucapkannya tanpa diyakini dan diamalkan.
Sebagaimana
mereka beristidlal dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla, melalui lisan Ibrahim
Alaihis-Salam, artinya:
“Lalu ia memandang sekali pandang ke
bintang-bintang, kemudian ia berkata, ‘Sesungguhnya aku sakit’,” [Ash-Shaffat: 88-89].
Ini tidak
sama dengan kedustaan dan kebohongan model Syi’ah, tetapi ayat ini membolehkan
“tawriyah” (penyamaran) dalam zhahir ucapan jika diharuskan dalam kondisi
darurat.
Ucapan
Ibrahim Alaihis-Salam “Sesungguhnya aku sakit.” maksudnya,“Dari amal kamu dan
ibadah kamu kepada berhala-berhala itu.” Ini bukan dusta tetapi di dalamnya
mengandung sindiran (ta’ridh) untuk maksud syar’i, yaitu menghancurkan
tuhan-tuhan mereka setelah ditinggalkan oleh para penyembahnya. Bahkan taqiyah
Syi’ah tidak hanya halal bagi manusia biasa, tetapi halal juga bagi para Nabi
dan Rasul. Ini adalah sangat buruk dan keji serta kemungkaran yang nyata.
Karena Allah Ta’ala mengutus para Nabi dan Rasul untuk tugas menyampaikan
risalah Tuhan mereka, mengajar manusia dan menyucikan mereka. Jika tidak tentu
tidak akan tersebar dakwah mereka, tidak akan muncul pertentangan antara mereka
dan orang-orang yang mereka utus kepadanya, tentu tidak akan merasakan
cobaan-cobaan, siksaan-siksaan dan mara-bahaya.
Al-Qur’an
adalah sebaik-baik saksi dalam hal ini dan yang menepiskan ini adalah firman
Allah ‘Azza wa Jalla, artinya:
“(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan
risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut
kepada seorang (pun) selain kepada Allah.” [AI-Ahzab: 39].
Diantara
riwayat dusta Syi’ah adalah taqiyah yang dialamatkan kepada Rasulullah saw
mereka menyebut dari Abu abdillah Alaihis-Salam.
Dia
berkata: “Tatkala Abdullah bin Ubay bin Salul (pemimpin orang-orang munafik)
mati, Rasulullah saw menghadiri jenazahnya.
Maka umar
menegur Rasulullah saw, “Bukankah Allah telah melarang anda untuk berdiri di
kuburannya ?”
Rasulullah
terdiam.
Umar
mengulagi lagi, “Bukankah Allah ‘Azza wa Jalla telah melarang Anda untuk
berdiri diatas kuburannya?”
Maka
beliau menjawab, celaka kamu, tahukah kamu apa yang aku ucapkan ? Sesungguhnya
aku mengatakan, “Ya Allah tutuplah mulutnya dengan api, penuhilah kuburannya
dengan api, dan masukkanlah dia kedalam api neraka.”
Abu Abdillah
Alahis-Salam berkata: “Maka jelaslah bahwa Rasulullah saw apa yang tadinya
tidak dia sukai.” [Al-Kafi fi Al-furu’.Kitab
Al-Janaiz 3/188]
Apakah
seperti ini sifat dan karakter Rasul yang diutus sebagai rahmatan lil’alamin,
yang datang sebagai pengajar dan pendidik bagi ummat manusia? Sungguh ini
adalah kebohongan dan kecurangan dari orang-orang zindik untuk mendeskreditkan
Rasulullah saw.
Allah
‘Azza wa Jalla telah memuji nabi-Nya dengan berfirman yang artinya: “Dan
sesungguhnya engkau berada di atas akhlak yang agung.”
Tuduhan
yang curang dan taqiyah yang didakwakan bertolak belakang dengan kandungan dan
makna ayat ini. Kemudian bagi yang masih memiliki sisa akal, apakah rasululalh
saw memerlukan sikap taqiyah dan nifaq sementara kedudukannya sangat kuat dan
posisinya sangat tinggi saat itu?
Justru
Ibnu-Salul lah yang memerlukan sikap dusta dan taqiyah ini karena kelemahnya di
hadapan kekuatan islam.
Lalu
apakah yang ditakuti oleh Rasulullah saw sehinga bertaqiyah dihadapan Ibnu
Salul yang sudah menjadi mayat itu!
“Takutlah kamu kepda Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang
yang benar.”[At-Taubah:119]
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah, dan
katakanlah perkataan yang benar.”[Al-Ahzab:70]
Kita
berlindung kepada Allah dari kejahatan mereka yang telah menyipati Rasulullah
saw yang diutus sebagai penyebar rahmat dengan sifat-sifat seperti tadi.
Sesungguhnya
taqiyah yang dilakukan oleh Rafidhah adalah kemunafikan yang nyata, mereka
menginginkan sesuatu tapi mengucapkan dengan sesutu yang lain. Memerintahkan
sesuatu secara-terang-terangan dan melarangnya dalam kesendirian. Allah Ta’ala
telah menjelaskan sifat-sifat orang munafik dan sifat-sifat tersebut adalah
sifat-sifat orang Syiah yang sudah terbiasa terdidik dengan pendidikan yang
rendah ini, dan dari sana mereka mewariskan kepada putra-putrinya.
Allah
‘Azza wa Jalla berfirman:
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu,
mereka berkata, kami mengakui bahwa sesungguhnya kamu adalah benar-benar Rasul
Allah. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu adalah benar-benar
Rasul-Nya. Dan Allah mengetahu bahwa sesungguhnya orang munafik itu benar-benar
orang pendusta.”[Al-Munafiqun:1].
Allah
berfirman,artinya: “Dan bila mereka
berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan kami beriman, dan
apabila mereka kembali kepada syetan-syetan mereka, mereka mengatakan,
‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok’.”[Al-Baqarah:14]
Latar Belakang Akidah Taqiyah
Posisi
Syi’ah dahulu telah mengalami krisis ketika mereka membuka-buka lembaran
kitab-kitab mereka, dalam kitab ini Al-Imam mengancam dan mengintimidasi, dan
dalam kitab lain imam yang keempat menghalalkan dan dalam kitab yang sama imam
keenam mengharamkan , imam yang ini mengatakan surya sementara imamnya yang
lain mengtakan rembulan, maka mereka mendapati bahwa ucapakan orang yang mereka
yakini sebagai imam yang ma’shum terbebas dari kesalahan dan ketergelinciran
ternyata ucapan mereka dalam satu perkara saling bertentangan tanpa menemukan
alasan pembenaran untuk itu. Sebgaimana mereka merasa terpukul ketika
mendapatkan dalam sebagian riwayat mereka memuji dan mencintai para sahabat
Rasulullah saw, dan mengakui baiyat terhadap mereka, berbalik dari apa yang
mereka yakini. Maka kesulitan mereka semakin rumit, karena orang-orang bodoh
dan hakham Rafidhah telah menghukumi sesat orang-orang sesat disekitar mereka,
dan menjejali hati mereka dengan kebencian terhadap para sahabat dan ummahat
Al-Mukminin –semoga Allah meridhai mereka- sepanjang zaman . maka mereka
berlari menuju tipu muslihat , makar dan kesesatan. Mereka memandang bahwa
tidak ada jalan selamat bagi mereka melainkan dengan taqiyah, mereka merancang
konsep taqiyah dan melengkapinya dengan berbagai macam fadhilah, dengan begitu
merreka telah mengelabui manusia.
Apabila
orang yang mengerumuni mereka dan yang menganut agama mereka hanyalah orang-orang
bododh –semoga Allah memberi hidayah kepada mereka- yang tidak ammpu
memilah-milah didalam masalah akidah. Jika mereka mendengar dari satu imam yang
berkata begini dan begitu, mereka langsung membenarkan sebelum orang yang
menceritakan hadits itu menyempurnakan haditsnya. Mereka telah menjadikan para
pengikut sebagi tawanan bagi ucapan para imam yang dipalsukan itu, karena
mereka telah menanamkan ketaatan buta di hati mereka kepada imam, mereka telah
menakut-nakuti pengikutnya dan telah memotivasi mereka dengan hadits-hadits
yang tidak ada sangkut pautnya dengan islam.
Maka jika
ucapan seorang imam bertentangan dengan imam itu sendiri, atau ucapan seorang
imam berbenturan dengan imam yang lai, mereka mengatakan sesungguhnya itu
terjadi dengan karena taqiyah. Mereka benar-benar telah menghiasi taqiyah ini
dengan berbagai macam keutamaan dan keistimewaan sesuai dengan keinginan nafsu
mereka.
Bagaimakah kesaksian ulama mereka?
Berikut
ini adalah kesaksian ulama Syi’ah yang berakal tentang taqiyah yang dia sebutkan
dalam kitabnya, “Sesungguhnya saya meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa tidak
ada satu ummat didunia yang menghinakan dirinya dengan menerima konsep taqiyah
dan mengamalkannya. Inilah saya, saya memohon kepada Allah secara ikhlas dan
saya mengetahui hari yang orang syi’ah tidak pernah berfikir, bahkan tidaka
pernah berfikir tentang taqiyah apalagi tentang pengamalannya.”
Dan dia
menambahkan, “Sesungguhnya yang menjadi kewajiban bagi Syi’ah adalah menjadikan
perhatiannya terhadap kaidah akhlak yang telah diwajibkan oleh islam atau
seluruh kaum muslimin, yaitu: seorang muslim tidak boleh menipu, tidak
menjilat,tidak melakukan kecuali yang haq dan tidak berkata melainkan yang haq
sekalipun atas dirinya. Dan sesungguhnya perbuatan baik itu adalah baik di
segala tempat dan amal yang buruk adalah buruk di segala tempat.”
Sampai dia
berkata, “Hendaklah mereka juga mengatahui bahwa apa yang mereka nasabkan
kepada imam Ash-Shadiq dari ucapanya taqiyah adalah ‘agamamu dan agama
bapak-bapakku’, sesungguhnya itu anyalah dusta, bohong dan fitnah atas imam
yang sangat agung itu.”[ibid, hal.159]
Sebagimana
dikatakan oleh seorang iran, Ahmad Al-Kisrawi, “Sesungguhnya taqiyah adalah
satumacam dari dusta dan nifaq, apakah masih perlumenelti tentang keburukan
dusta dan nifaq?”[Syi’ah wa At-Tasyayyu’,
hal.87]
Sesungguhnya
taqiyah itu hanya di bolehkan untuk orang-orang lemah yang ditindas yang
khawatir tidak bisa tegar di atas kebenaran dan bagi orang-orang yang tidak menempati qudwah (teladan) bagi manusia,
orang seperti merekalah yang boleh mengambil rukhsyah (taqiyah) ini. Adapun
orang-orang yang memiliki semangat dan tekat dari para Imam yang menjadi
petuntuk jalan maka mereka harus mengambil azimah (hukum yang kuat) menanggung
derita , tetap tegar dijalan Allah apapun yang mereka hadapi. Dan adalah para
sahabat Rasulullah saw orang yang mulia sebagaimana yang dipersaksikan
Al-Qur’an. Allah berfirman :
“ Kekuatan, kemuliaan itu hanyalah bagi Allah,
bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang yang mukmin, tetapi orang-orang yang
munafik itu tidak mengetahui.” [Al-Munafiqun: 8].
Maka tidak
boleh orang-orang yang mulia (kuat) itu hanya berasal dari para sahabat yang
khusus, karena Ali dan Ibnu Abbas , bukan orang yang munafik juga bukan orang
yang hina sehingga mengambil sikap taqiyah.
Ibnu Taimiyah
berkata “inilah sikap Rafidhah.” Syi’ar mereka adalah kehinaan, baju mereka
adalah nifak dan taqiyah, modal mereka adalah dusta dan sumpah palsu mereka
berdusta atas nama Ja’far As-Siddiq bahwa dia berkata taqiyah adalah agamaku
dan agama bapak-bapakku.Dan Allah telah membersihkan ahlul bait dari hal itu
dan tidak menjadikan mereka butuh kepadanya , karena mereka adalah manusia
paling jujur dan paling agung imannya. Agama mereka adalah takwa dan bukan
taqiyah [Al-Muntaqa: 86].
Inilah
hakikat taqiyah dalam agama syi’ah dia tidak lain hanyalah dusta, nifaq, dan
penipuan; tidak ada amanah bagi mereka, tidak ada keikhlasan dan kejujuran
dalam agama mereka . Mereka adalah para pendusta yang bangga dengan dustanya
dan terang-terangan dengan maksiatnya dihadapan mata manusia.
Allah
berfirman:“Diantara
orang-orang Mukmin ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan
kapada Allah, maka diantara mereka ada yang gugur dan diantara mereka (ada
pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah-ubah janjinya,
supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena
kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima
taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Ahzab:23-24].
Tikaman Syi’ah Terhadap Sahabat
Apa kata mereka tentang sahabat ??
Ibnu taimiyah berkata : “Syi’ah rafidhah mengatakan :
sesungguhnya kaum muhajirin dan anshor menyembuyikan nash-nash sehingga mereka
kafir kecuali hanya sedikit saja, lebih dari 10 orang dan sesungguhnya Abu
Bakar, Umar dan semisal keduanya adalah orang munafik , yang sebelumnya adalah
iman kemudian kafir. [Majmu’ fatawa 3/356].
Mereka
juga mengatakan sesunguhnya para sahabat, karena mereka telah membai’at Abu
Bakar, maka semuanya menjadi kafir kecuali tiga atau empat orang ,(Kitab syiah
Itsna ‘asyariyah) diantaranya dari Hinan bin Sadir (tokoh syi’ah) dari bapaknya
dari Abu Ja’far, ia berkata : “semua manusia menjadi kafir setelah meninggalnya
Nabi saw kecuali tiga orang yaitu : Miqdad bin Aswad, Abu Dzar al Ghifari dan
salman al- Farisi.”[Al-Kafi 12/321,322]. Lebih
dari itu mereka juga mengkafirkan sebagian dari ahli Bait Rasulullah saw ,
seperti Al-Abbas dan Abdulullah bin Abbas, mereka menganggapnya kerdil dan
bodoh. [Ushul Kafi 1/247]. Maka
lihatlah bagaimana mereka menganggap generasi termulia menjadi seperti iblis
atau Abu Jahal. Padahal dengan celaan mereka terhadap sahabat saja sudah
berarti mencela Nabi dan Islam. Cukuplah bagi kita untuk menepis kebatilan itu
dengan Hadist: “Janganlah kalian
mencela sahabatku, karena seandainya kalian berinfaq emas sebesar gunung uhud
tidak akan menyamai kebaikan mereka (walaupun) satu mud atau setengahnya” [HR. Bukhari dari Abi Said Al- khudri]
Bukan
hanya itu saja tetapi mereka juga mengkafiran khalifah, serta menghukumi
pemerintahannya sebagai negara kafir.
Menurut
syi’ah Itsna’asyariyah, bahwa semua pemerintahan selain pemerintahan itsna’asyariyah
adalah bathil, dan penguasanya adalah thagut. Barangsiapa yang berbai’at
kepadanya tak ubahnya seperti orang yang membai’at thagut. Mereka berpendapat
bahwa semua khalifah selain Ali dan Hasan adalah thagut, sekalipun mereka
menyeru kepada kebenaran. Al-majlisi mengatakan:”bahwa khulafa’urrosyidin
adalah perampas yang murtad dari islam, semoga Allah melaknat mereka dan orang
yang mengikuti mereka, karena mereka mendzalimi Ahlul bait dari awal hingga
akhir.” [Ushul kafi: 1/427 dan rijal
al-kusyi hal:35].Dimasa ja’far bin shadiq, Syi’ah rafidhah juga mengatakan :
penduduk syam lebih jelek dari pada penduduk romawi (Nasrani), dan penduduk
Madinah tujuh puluh kali lebih jelek dari penduduk makkah, sedangkan penduduk
makkah telah kafir dengan nyata. [Ushul kafi:
2/49]
[Al-Hujjah
Risalah No: 51 / Thn IV / Rabiul Awal / 1423H]
0 komentar:
Posting Komentar